Minggu, 31 Agustus 2008

Marhaban Ya Ramadhan 1429H

Marhaban ya ramadhan, selamat datang bulan pembebasan. Siapapun kita, sepantasnya belajar memanfaatkan momemtum bulan ini sebagai sarana pembebasan diri dari berbagai belenggu keduawian yang selama ini menjerat kehidupan batin kita, yang telah menutup mata hati kita, yang telah menyeret kita ke dalam jurang perbudakan materi. Sekaranglah saatnya berbenah, mumpung Tuhan masih memberikan kesempatan ini. Banyak hal yang dapat kita lakukan di bulan ini, di bulan ini kita konstruksikan kembali bangunan hidup kita menjadi hidup yang kokoh lahir batin dunia akhirat, semoga! Mari belajar bersama.

Jumat, 08 Agustus 2008

Musim Terindah

Seseorang telah mengirimkan SMS ke hape ku, ada pesan yang cukup menyentuh : "Musim terindah adalah ketika kau nyalakan pagi dengan senyummu, ketika kau payungi siang dengan sapamu, ketika kau tutup malam dengan belai manjamu..." Pesan ini, walau cuma sebait, sarat makna. Pesan ini mengandung ajaran hidup yang amat sederhana namun cukup mendalam. Spirit dan optimisme dalam menjalani kehidupan ini sangat dibutuhkan oleh siapa saja dan secara implisit maknanya terkandung dalam pesan tersebut. Terima kasih. Mari belajar bersama!

Kamis, 07 Agustus 2008

Kepada Seorang Kawan...

Kawanku, jika matahari terbenam di ufuk barat, yakinlah ia pasti akan terbit kembali esok pagi di ufuk timur. Jika perjalanan terhenti di penghujung waktu, yakinlah bahwa itu hanya sejenak dan waktu tak akan pernah berhenti dampingi engkau temukan jalan baru. Jika pertemuan harus berakhir pada perpisahan, yakinlah bahwa sejarah sesungguhnya telah engkau tulis dengan tinta emas.

Kawanku, penyesalan dan dendam adalah sebenar-benar kekalahan. Sedangkan kesabaran dan keikhlasan adalah sebenar-benar kemenangan. Membuat pilihan yang bijak adalah langkah yang paling indah dalam hidup yang serba susah ini. Sungguh tak ada yang mampu menjadi sempurna, tetapi membiarkan hati menderita karena luka sama artinya mereproduksi kekalahan berikutnya.

Kawanku, jangan menyerah dengan kenyataan hidup yang pahit. Jangan kalah dan teruslah berjuang untuk menjadi pemenang! Aku yakin engkau pasti bisa. Apa yang sedang terjadi hari ini adalah pesan yang sedang Tuhan sampaikan untuk menjadi pembelajaran bersama, sekaligus batu ujian untuk mengukur seberapa dalam ikatan batin kita. Mari belajar bersama!

Selasa, 29 Juli 2008

Antara Sabar Aktif dan Sabar Pasif

Siapapun pasti pernah mengalami musibah, kecil ataupun besar. Siapapun juga pernah menghadapi cobaan dan tantangan, berat ataupun ringan. Musibah, cobaan dan tantangan, semuanya adalah ujian yang mesti dijalani oleh siapapun, suka ataupun tidak suka. Yang menarik untuk dipelajari bersama dalam konteks ini adalah bagaimana setiap kita menjalani ujian-ujian itu? Sering kita mendengar orang berkata agar kita selalu sabar dalam menghadapi ujian apapun dalam hidup ini. Lalu apa sebenarnya sabar itu? Sabar seperti apa yang dimaksudkan sehingga orang dapat melalui ujian hidupnya dengan baik dan sukses? Sabar ternyata tidak hanya monopoli sikap hidup dalam menghadapi ujian saja, melainkan dalam banyak hal kita juga diminta untuk selalu menjalankan kesabaran. Suatu hari aku pernah mendapatkan sepucuk surat dari seorang teman lama, di dalam surat itu beliau menuliskan beberapa hikmah, di antaranya hikmah tentang sabar. Beliau mengatakan begini, "sebaik-baik kesabaran adalah sabar yang tidak dibatasi dan sabar yang aktif". Sabar yang tidak dibatasi, memang demikian semestinya, sebagaimana ditegaskan Allah dalam Alqur'an Surat Al-Ashr. Sedangkan sabar aktif itu selalu berwujud konsistensi dan ketekunan dalam menjalani pahit getirnya hidup maupun sebaliknya. Pantang menyerah dan selalu optimis adalah juga bagian dari manifestasi sabar aktif. Sebaliknya, pasrah, diam tanpa melakukan tindakan apapun saat ujian mendera hidup ini, adalah manifestasi dari sabar pasif. Hidup ini harus terus bergerak, tidak boleh berhenti. Sesulit apapun hidup ini tetap harus ada yang dilakukan, sekecil apapun itu. Jangan diam, sebab diam itu belum tentu emas. Hmmm.... Mari belajar bersama!

Senin, 28 Juli 2008

Gelisah

Aku gelisah, beberapa hari ini aku sulit menentramkan batinku. Terlalu banyak beban menggelayuti pikiran dan hatiku. Banyak faktor, beban kerja yang menumpuk, tuntutan kebutuhan yang kadangkala kurang terkontrol, harapan yang tak semuanya terpenuhi, beberapa target capaian yang meleset, dan masih banyak lagi. Aku sendiri masih ragu, apakah ini ujian atau hukuman, atau keduanya. Tuhan luar biasa maha misteriusnya. Banyak teori dan metodologi yang aku punya termentahkan oleh kenyataan ini. Tuhan sedang menyampaikan suatu pesan kepadaku dan aku baru menyadari betapa lemahnya aku menangkap pesan apa itu. Pembaca budiman barangkali berkenan membantuku menemukan unjung atau pangkal benang yang kusut, mengurai kegelisahan batinku. Ibarat ruang, aku kini tengah menjalani satu masa kegelapan, aku menduga sebelumnya bahwa aku memiliki sumber cahaya, tetapi itu ternyata salah. Saat aku melintasi ruang gelap itu, pelitaku mati tak memancarkan cahaya. Aku kini tengah berada pada satu titik yang tidak tau harus kemana arah kutuju. Mari belajar bersama!

Minggu, 27 Juli 2008

Nasehat Sahabatku Tentang Hidup Sederhana

Semalam aku bertemu dengan seorang sahabat, dia berpesan kepadaku tentang beberapa nasehat hidup sederhana. Berikut ini beberapa nasehatnya : (1) Makan sewaktu lapar, berhenti sebelum kenyang. Makanlah apa yang tersedia sesuai batas kemapuan masing-masing yang penting berupaya agar higenisitas dan standar giji minimal tetap terjaga dan terpenuhi. (2) Berpakaian yang bersih dan rapi, menutupi apa yang pantas ditutupi, tidak mesti baru yang penting pantas menurut kadar masing-masing. (3) Membelanjakan uang untuk keperluan pokok yang dibutuhkan sesuai batas kemapuan. Semaksimal mungkin tidak boros dalam memenuhi kebutuhan sekunder apalagi tertier. (4) Bersedekah atau berbagi kepada sesama semaksimal mungkin terutama untuk mereka yang benar-benar membutuhkan. (5) Memanfaatkan waktu yang tersedia semaksmal mungkin untuk berbuat kebaikan dan meminimalisir perbuatan yang sia-sia apalagi merugikan diri sendiri dan orang lain. (6) Jangan lupa, tetap tersenyum dan optimis memandang hidup ke depan, meskipun beban derita terasa cukup berat. Terima kasih sahabat. Mari belajar bersama!

Jumat, 25 Juli 2008

Belajar Dari Filosofi Lilin

Selama ini sebagian besar orang memahami lilin sebagai simbol filosofi hidup yang sia-sia. Hanya bisa menerangi sementara dirinya sendiri hancur. Lalu muncul statement jangan hidup seperti lilin. Aku mungkin salah satu dari sebagian kecil orang yang mencoba memahami filosofi lilin dengan perspektif yang berbeda. Lilin, ketika dirinya sendiri meleleh habis terbakar setelah memancarkan cahaya menerangi kegelapan, sesungguhnya apa yang terjadi bukanlah suatu kehancuran. Melelehnya lilin itu pada hakikatnya adalah simbolisasi penyatuan jatidiri dengan pancaran cahaya yang keluar dari api yang membakar dirinya sendiri, itulah yang disebut sebagai puncak dari suatu hikmat pengorbanan yang tulus tanpa pamrih. Hanya mereka yang mau berkorban dengan tulus tanpa pamrih seperti lilin yang akan berhasil mencapai puncak kesadaran kosmik (pencerahan), suatu konsepsi kesadaran yang dibutuhkan sebagai tiket menuju puncak kebahagiaan yang dicita-citakan oleh semua ummat manusia dan bangsa-bangsa di dunia. Manusia dalam kondisi kesadaran seperti inilah yang tercerahkan dan mampu mencerahkan kehidupan. Menjadi pemimpin yang adil, pejabat yang taat hukum dan tidak korupsi, ayah yang bijak, ibu yang penuh cinta dan kasih, anak yang sholeh dan hormat pada orang tua, murid yang santun, dan seterusnya. Belajarlah hidup seperti lilin, menerangi kegelapan dan berkorban dengan tulus tanpa pamrih. Mari belajar bersama!

Kamis, 24 Juli 2008

Belajar Dari Sebuah Anekdot

Inilah kisah sebuah ironi di negeri berjuluk jamrud khatulistiwa. Kukisahkan ke dalam satu anekdot untuk menjadi perenungan kita semua. Alkisah.... Seorang lurah menegur seorang warganya karena pada tanggal 17 Agustus 2005 baru lalu warga tersebut tidak memasang bendera di depan rumahnya. Sang Lurah berkata : "Mengapa kamu tidak pasang bendera? Apakah kamu sudah tidak cinta lagi dengan tanah air mu?" Dengan sangat enteng si warga yang kebetulan orang berdarah batak itu menjawab : "Bah, cemana pula aku mau cinta sama tanah air pak ! Sedangkan tanah saja aku sewa dan air aku beli!" Dengan menggeleng-gelengkan kepalanya yang penuh tanda tanya itu Sang Lurah meninggalkan si Warga tersebut. Mari belajar bersama!

Buruk Muka Cermin Dipecah

(I)

Satu pelajaran yang dapat dipetik dari makna pepatah “buruk muka cermin dipecah” adalah gambaran tentang kegagalan menyikapi realitas, dan itu sama artinya dengan ketidaksiapan menerima kenyataan hidup. Seseorang tidak siap memberi pengakuan atas kekurangan dirinya. Padahal pengakuan seperti itu amat penting sebagai motivasi untuk memperbaiki kehidupannya.

Dalam konteks (politik) kebangsaan, pepatah “buruk muka cermin dibelah” adalah simbolisasi perwatakan suatu bangsa yang hanya siap memimpin namun tidak siap dipimpin. Juga simbolisasi atas keangkuhan dan egoisme, sebuah sikap mau menang sendiri. Generasi yang lahir dari rahim bangsa seperti ini, akan mengalami kesulitan untuk tumbuh menjadi manusia yang arif dalam menyikapi setiap perbedaan dan juga sulit untuk memahami serta membumikan makna pepatah “duduk sama rendah, berdiri sama tinggi, sedikit sama dirasa dan banyak dibagi bersama”. Demokrasi yang tumbuh dalam tata kehidupan politik bangsa seperti ini hanyalah sekedar sebuah “peseudo democracy”.


"Seseorang tidak siap memberi pengakuan atas kekurangan dirinya. Padahal pengakuan seperti itu amat penting sebagai motivasi untuk memperbaiki kehidupannya"



Dalam konteks keberagamaan, pepatah ini juga mensimbolisasi ketidaksiapan komunitas agama menghadapi realitas perbedaan sebagai fitrah. Kegagalan yang terjadi di komunitasnya selalu dilegitimasi sebagai akibat dari perbuatan komunitas lain di luar dirinya. Sangat mudah menyalahkan orang lain, padahal “duri” itu menancap di ulu hatinya sendiri. Barangkali benar orang lain punya andil sebagai penyebab sesuatu, tapi benarkah andil orang lain itu sebagai satu-satunya sebab? Di sinilah sikap otokritik dibutuhkan bagi setiap komunitas agama.

Dalam konteks berkebudayaan, acapkali tidak semua kelompok di masyarakat siap menghadapi keanekaragaman budaya di sekitarnya. Seringkali mereka gagal menyikapi setiap perbedaan latar belakang kultural. Satu kelompok menganggap dirinya sebagai yang paling luhur sedangkan yang lain dipandang hina. Orang kemudian saling mengejek dan menjatuhkan satu sama lain. Tidak sedikit konflik justeru terjadi di sekitar wilayah ini.

Kalaupun boleh digunakan pepatah ini dan oleh karenanya kehidupan akan menjadi lebih baik (demikian harapannya), adalah dengan memberikan tafsir yang berbeda sebagai berikut : untuk “memecah cermin” karena “betapa buruknya wajah negeri ini”, maka cermin yang mesti dipecah (baca : dipersalahkan) adalah kesenjangan-ketidakadilan, bukan perbedaan-ketidaksamaan. Dalam konteks ini pula tafsir tersebut mensyaratkan agar para pemimpin negeri yang “berwajah buruk” ini segera “memecahkan” egosentrisme di dalam diri (dan kelompok)-nya masing-masing, kemudian dapat duduk sama rendah berdiri sama tinggi mencari, menemukan dan menyelesaikan berbagai persoalan mendesak dan mendasar yang dihadapi rakyat negeri ini.

(II)

Keseharian hidup ini acapkali memang dihadapkan pada berbagai realitas, tidak hanya sekedar perbedaan, melainkan juga realitas kesenjangan.
Namun sangat jauh berbeda antara makna perbedaan dengan makna kesenjangan. Perbedaan lebih bermakna ketidaksamaan, sedangkan kesenjangan lebih bermakna ketidakadilan. Kaum perempuan dan laki-laki secara kodrati tidaksama, oleh karena itu realitas kodrati di antara mereka bukan merupakan fenomena ketidakadilan. Realitas Ketidakadilan antara kaum perempuan dan laki-laki muncul tatkala kaum perempuan tumbuh di bawah dominasi kaum laki-laki. Ideologi Patriakhi adalah sebuah konstruksi suprastruktur yang menjadi penyebab lahirnya berbagai kesenjangan dalam kehidupan antara kaum perempuan dengan kaum laki-laki. Ini hanya satu contoh.

"Generasi yang lahir dari rahim bangsa seperti ini, akan mengalami kesulitan untuk tumbuh menjadi manusia yang arif dalam menyikapi setiap perbedaan dan juga sulit untuk memahami serta membumikan makna pepatah : “duduk sama rendah, berdiri sama tinggi, sedikit sama dirasa dan banyak dibagi bersama”


Contoh yang lain adalah kemiskinan. Bahwa kemiskinan bukanlah gejala perbedaan antara orang kaya dan tidak kaya, majikan dan buruh, tuan tanah dan budak, dan sebagainya sehingga kemiskinan sekedar dipahami sebagai sesuatu yang niscaya dan lumrah. Kemiskinan adalah sebuah gejala kesenjangan yang lebih bersifat struktural. Sebagai akibat dari struktur sosial (ekonomi-politik) yang nyata-nyata timpang. Demikian kiranya beberapa contoh dapat disebutkan di sini, tentunya masih banyak contoh lainnya yang dapat dijelaskan untuk membedakan antara makna perbedaan sebagai suatu ketidaksamaan, dengan makna kesenjangan sebagai suatu ketidakadilan.

Oleh karenanya, kearifan menyikapi perbedaan sangat dibutuhkan oleh siapapun, begitu pula kesungguh-sungguhan untuk melawan kesenjangan dan ketidakadilan. Mari bercermin pada keburukan wajah sendiri, lalu insyaf dan bertaubat (baca : berjuang melawan kedzaliman, ketidakadilan). Barangkali ini lebih baik daripada memecah cermin sedangkan yang buruk wajah kita sendiri. Mari belajar bersama!

Berjalan Di Atas Realitas, Berpijak Pada Hari Akhir

Prinsip ini kuteguhkan sebagai dasar filosofi hidupku. Ia lahir sebagai hasil perenungan setelah sekian waktu aku mencari titik temu antara dunia sebagai realitas dan hari akhir sebagai idealitas. Prinsip ini pula yang telah menjawab kegundahanku sekian lama aku mencari jawab "bisakah mempertemukan realitas dunia dengan idealitas akhirat ke dalam satu ayunan langkah kehidupan?". Pada akhirnya prinsip ini pula yang telah meneguhkan keyakinanku bahwa di manapun aku berada dan kemanapun aku melangkah, tempat pijakku tetap satu yakni Hari Akhir! Konsep Hari Akhir dalam hidupku adalah cita-cita ideal yang mesti kucapai melalui pemahamanku atas dunia sebagai realitas yang mesti kujalani dan segala cita-cita kemuliaan, keadilan, kebaikan, kebenaran yang harus kuraih. Pahit manis kehidupan di dunia bagiku adalah kenyataan yang tak mungkin kuhindari. Kedukaan ataupun kegembiraan di dunia adalah bagian yang mesti dilalui hingga akhirnya sampailah hidup ini pada gerbang akhir menuju etape hidup yang terakhir, yakni Hari Akhir. Para budiman, ijinkan aku belajar dari prinsip hidup seperti ini. Mari belajar bersama!

Belajar Merendahkan Hati

Pernah mendengar pepatah, duduk sama rendah berdiri sama tinggi? Pepatah ini jika digali sampai makna yang terdalam bisa menjadi salah satu terapi kesombongan. Pepatah ini mengajarkan kita untuk selalu bersikap rendah hati, anonim dari sikap tinggi hati (sombong). Tidak ada yang pantas kita rendahkan hanya karena kita berada di tempat yang lebih tinggi. Siapapun berkesempatan untuk berada pada puncak tertinggi dan tentunya kesempatan itu bagian dari penghargaan atas prestasi masing-masing. Kesempatan seperti itu bukan berarti menjustifikasi keberadaan seseorang untuk bersikap semena-mena terhadap siapapun yang berada di level bawahnya. Apapun posisi setiap orang, berbeda atau sama, hendaknya bisa saling belajar menghormati, saling belajar mengasihi dan saling belajar merendahkan hati. Sikap rendah hati juga dapat dipelajari dari padi; kian merunduk karena semakin berisi. Mari belajar bersama!

Rabu, 23 Juli 2008

Belajar Berprasangka Baik

Salah satu misteri kehidupan ini adalah sulitnya mengetahui dengan pasti apa yang ada di balik pikiran, perasaan dan tindakan orang lain di luar diri kita. Seperti pepatah mengatakan, "dalamnya laut dapat diduga, dalamnya hati siapa yang tahu?". Barangkali kita pernah merasa jengah dengan pernyataan atau tindakan seseorang, lalu kitapun mencoba merumuskan kesimpulan tertentu tentang orang tersebut. Dalam upaya merumuskan kesimpulan itu, tidak sedikit di antara kita yang lebih mengedepankan prasangka buruk ketimbang prasangka baik. Menurut pendapatku, prasangka buruk justeru akan semakin menutup rapat pintu misteri itu.. Sementara di balik pintu misteri itu ada bilik yang di dalamnya terdapat cukup banyak hikmah. Sebaliknya, pintu misteri yang penuh hikmah itu akan mudah dibuka dengan prasangka baik. Untuk membuktikannya, ga ada salahnya kita coba praktekkan. Nanti atau esok lusa apabila ada teman, sanak saudara, atau siapapun melakukan sesuatu apapun, baik atau buruk terhadap diri kita langsung atau bukan, berusahalah merumuskan kesimpulan di balik perilaku orang tersebut dengan mengedepankan prasangka baik. Mudah-mudahan kita akan merasakan perbedaan mendasar dengan di saat mana kita pernah mengedepankan prasangka buruk. Ada aliran energi positif yang mengalir di dalam darah kita dan memancarkan cahaya hati menjadi terang benderang. Jika hal itu terjadi, sesungguhnya di saat itu kita sedang mendapatkan hikmah karena pintu misteri itu telah terbuka. Salah satu hikmahnya adalah kita mendapatkan kondisi batin jauh lebih tenteram, gak kemrungsung, dan banyak lagi hikmah lain yang dapat digali secara terus menerus. Semoga. Mari belajar bersama!

Nasehat Dari Seorang Kawan

Seorang kawan pernah kumintai nasihat, dengan penuh permohonan aku berkata begini : "Bung, tolong berilah aku nasehat yang dapat kujadikan bekal buat aku melangkah dalam kehidupanku hari ini". Dengan rendah hati dia menjawab, "Aku belum pantas memberikan nasehat. Apalagi untuk sesuatu yang belum atau tidak pernah aku lakukan". Lalu aku tetap memohon, "Berilah aku nasehat dari apa yang sudah pernah kamu lakukan". Dengan sangat bijak dan bersahaja dia menuliskan dua baris kalimat : "Membimbing tanpa tanda seru (!) Mempercayai tanpa tanda tanya (?)". Hingga saat ini aku masih terus menggali makna terdalam dari dua kalimat itu.. Mari belajar bersama!

Perempuan Tangguh

Dalam beberapa kesempatan saat aku melakukan kunjungan lapangan di desa-desa sasaran Rekompak (di Aceh maupun DIY, Jateng dan Jabar), kerapkali aku menyaksikan kaum perempuan begitu tekun mengikuti berbagai event pertemuan yang digelar dan difasilitasi para Fasilitator. Mereka tidak sekedar hadir dalam pertemuan-pertemuan itu, melainkan juga aktif mengemukakan pendapat dan mengartikulasikan kepentingannya. Tidak hanya itu, dalam kesempatan yang lain aku juga menyaksikan kaum perempuan aktif terlibat dalam proses kegiatan lapangan dari berbagai jenis pekerjaan, dari mulai melakukan pemetaan swadaya, pendataan korban dan kondisi rumah, belanja material, bahkan ikut bekerja bersama para tukang membangun rumah. Luar biasa! Perempuan-perempuan itu sungguh sangat tangguh. Meskipun di satu sisi hidupnya masih terhimpit beban struktural karena ekonomi yang sulit dan juga beban kultural karena mereka juga masih harus mengurusi kesibukannya di sektor domestik (rumah tangga), tetapi mereka seperti tidak perduli, semua dikerjakan dengan tekun dan dengan hati yang tulus. Kesadaran apakah yang membentuk sikap dan perilaku kaum perempuan hingga sampai setangguh itu? Mungkin masih sedikit di antara kita yang mau mempelajarinya, apalagi bagi kita yang masih merasa cukup mapan dalam domain dan kuasa rezim patriakhi. Hehehe... Mari belajar bersama!

Spirit Pembelajaran Hidup

Sejak Tahun 2006 di Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias (Sumut) hingga sekarang (2008) di DIY, Jateng dan Jabar aku masih berkesempatan bergabung dalam berbagai kegiatan pemberdayaan bersama dengan banyak kawan dalam proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas (Rekompak). Masing-masing kami tentu saja memiliki background disiplin ilmu dan pengalaman yang sangat beragam. Satu pelajaran penting yang kupetik dari hal ini adalah, bahwa keberagaman latar belakang disiplin ilmu dan pengalaman tersebut telah menjadi bagian terindah dalam hidupku ketika satu sama lain dengan tulus saling mengisi dan berbagi dalam kerangka belajar bersama. Spirit pembelajaran dalam kerangka belajar bersama ini telah banyak mengilhami diriku untuk senantiasa berusaha memahami hidup secara lebih bermakna. Terima kasih kawan. Mari belajar bersama!

Selasa, 22 Juli 2008

Belajar Berpikir Positif dan Penuh Optimis

Tips belajar berpikir positif dan penuh optimis, cukup 15 - 30 menit. Tarik nafas dalam-dalam, melalui hidung. Tahan sebentar di dada, keluarkan perlahan lewat mulut. Lakukan itu dengan posisi duduk maupun berdiri, punggung di tegakkan dalam kedaan dada agak membusung. Relaks dan jangan lupa bibir tetap dalam keadaan tersenyum. Lakukan itu berulang-ulang sampai benar-benar merasa lega. Setelah merasa lega, lakukan terus bernafas seperti itu sembari mulai memikirkan segala sesuatu yang positif. Bangun optimisme hidup dan rangkai angan-angan masa depanmu. Susunlah rencana-rencana besar ke depan dan persiapkan diri dan segala kemampuanmu untuk melakukan rencana besar itu di mulai dari tindakan-tindakan yang kecil. Ohya.. jangan lupa, dalam proses seperti itu lantunkan doa dalam hatimu dengan tulus pada Tuhan, mohon apa yang sepantasnya dimohonkan. Selamat mencoba.. Mari belajar bersama!

Belajar Memaknai Hemat

Saat aku sedang makan bersama dengan beberapa kawan kantor, teringat aku seorang kawan yang hari itu tidak ikut makan bersama kami karena lagi kunjungan ke lapangan. Lalu aku berkata, "Hari ini dia makan ga ya?" Seorang kawan di sebelahku ternyata spontan berkomentar sambil tertawa, "paling dia menunggu di mobil saat rombongan yang lain lagi makan". Aku bertanya seperti itu karena yang aku tahu kawanku tersebut terkenal orang yang paling hemat di kantorku. Sehari-hari kalo siang dia tahan tidak makan, kecuali cemilan yang dia bawa dari rumah atau dia beli di warung sebelah. Tak lama berselang seorang kawan lain spontan juga berkomentar, "Dia tuh lagi berhemat, biar cepet kaya. Hemat pangkal kaya!". Aku hanya tersenyum mendengar komentar itu. Kupikir memang demikian adanya. Tiba-tiba aku tergelitik untuk menyusun beberapa pertanyaan di kepalaku, apa benar hemat itu pangkalnya kaya? Apa sih sebenarnya makna hemat itu? Apakah hemat identik dengan pelit? Tidak mau memberi dan berbagi kepada sesama dengan alasan menghemat? Kadangkala agak sulit memang membedekan hemat dengan pelit. Hemat, kalo menurut pendapat awamku adalah memanfaatkan apa yang kita miliki untuk berbagai kepentingan secara proporsional, alias tidak boros. Menghemat bukan berarti berhenti memberi dan berbagi, berhemat bukan berarti berhenti membantu kawan yang lagi susah... begitulah setidaknya pemahamanku tentang makna hemat.... Apakah dengan itu kita akan bisa kaya? Achh... kaya bagiku bukan tema yang menarik untuk didiskusikan di sini.. bagiku hidup cukup itu lebih baik dari sekedar hidup kaya... jeee, filosofi bangetz.. Mari belajar bersama...

Jeratan Formalitas (?)

Suatu siang seorang kawan pernah mengeluh saat sedang di kantor, katanya bete kerja seharian menghadap komputer. Trus aku saranin segera beranjak dari tempatnya duduk trus melangkah ke kamar mandi, basahi kepala dan bahkan bila perlu mandi. Dia bilang, "mandi di kantor?" ku jawab "iya.. Emang kenapa?" Dia jawab lagi, "gak ah.. gak ada handuk, lagian aku ga bawa perlengkapan mandi" katanya. Aku lalu berpikir sejenak, apakah mandi identik dengan harus ada handuk dan perlengkapan lainnya (sabun, shampo, dll)? Duhai.. betapa formalitas telah demikian menjerat setiap langkah kehidupan kita. Mandi harus ada handuk dan perlengkapannya. Mari kita saksikan anak-anak di sebuah perkampungan pinggir sungai, mereka mandi tanpa jerat formalitas, ekspresi kebebasan begitu tampak asli.. Tanpa beban. Mereka dengan lugu telanjang dan melompat dari tepian ke sungai itu... Byurrrr! Hmmm.... Apa yang mesti aku pelajari dengan cerita ini? Seberapa pentingkah formalitas itu dalam hidup kita dan benarkah formalitas telah menyebabkan kemerdekaan hidup kita kian tereduksi? Mari belajar bersama!

Minggu, 20 Juli 2008

Tidak Ada Orang Bodoh

Pada hakikatnya tidak ada orang bodoh, yang ada hanya orang dengan kapasitas yang berbeda-beda. Siapapun boleh memposisikan dirinya sebagai orang yang "pintar", punya kelebihan di bandingkan dengan orang lain, tetapi tidak berarti dirinya berhak menjustifikasi orang lain itu "bodoh". Sebab boleh jadi orang yang dia sebut "bodoh" itu adalah mereka yang juga memiliki "kepintaran" dalam hal yang lain. Siapapun berkesempatan untuk belajar atas segala kekurangan dirinya dan mempelajari atas kelebihan orang di sekitarnya. Ketika realitasnya ada orang yang disebut "bodoh", hal ini lebih disebabkan oleh akses untuk membangun kapasitas pada diri seseorang atau sekelompok orang telah tertutup rapat. Oleh karenanya siapapun menjadi sangat bertanggungjawab untuk melakukan sesuatu, memberikan ruang bagi terbukanya akses pembangunan kapasitas bagi siapa saja, memberikan kesempatan untuk siapa saja belajar secara terus menerus, seperti pepatah : Belajarlah dari buaian hingga ke liang lahat. Mari belajar bersama!